Kominfo Kabupaten Tangerang Dituding Hamburkan Anggaran untuk Plesiran Wartawan, Aktivis dan Media Angkat Bicara

Gambar Ilustrasi

TANGERANG – Setelah berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Tangerang disebut-sebut sukses membagi-bagikan uang kepada oknum wartawan dan diduga terlibat dalam praktik jual beli proyek penunjukan langsung (PL), kini giliran Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang menjadi sorotan tajam.

 

Program plesiran ke Garut bersama sekitar 100 wartawan yang memakan biaya sekitar Rp460 juta lebih dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk aktivis dan kalangan media. Ketua Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) DPD Provinsi Banten, Syamsul Bahri, menyebut kegiatan tersebut telah menciptakan konflik di antara aktivis dan wartawan.

 

“Ini jelas tebang pilih. Kominfo seperti menciptakan konflik internal di kalangan wartawan. Mereka menggunakan anggaran rakyat, sementara kondisi ekonomi masyarakat masih sulit,” ujarnya dengan tegas.

 

Kritik Terhadap Etika dan Transparansi Pejabat

 

Tidak hanya kegiatan plesiran yang disorot, namun juga sikap sejumlah pejabat terkait. Rizal Muhamad Fikri, ST MT, salah satu pejabat publik di Dinas Bina Marga, bersama jajaran lainnya dituding tidak kooperatif karena enggan menjawab panggilan telepon dan pesan WhatsApp dari wartawan yang membutuhkan klarifikasi terkait proyek-proyek rekonstruksi jalan yang dikeluhkan masyarakat.

 

“Pejabat publik seharusnya terbuka terhadap klarifikasi, bukan malah mengabaikan wartawan. Ini menciptakan kesan adanya praktik gratifikasi dan pembagian uang rakyat yang tidak transparan,” tambah Syamsul Bahri.

 

Kekecewaan Aktivis dan Wartawan

 

Linda, seorang wartawan media cetak dan anggota Humas Gabungan Wartawan Indonesia (GWI), turut mengungkapkan kekecewaannya terhadap program yang dinilai tidak adil dan tidak bermanfaat bagi masyarakat luas.

 

“Uang APBD yang digunakan untuk plesiran ini seharusnya dialokasikan untuk program yang lebih bermanfaat, seperti bedah rumah bagi masyarakat miskin atau program pengentasan ekonomi ekstrem. Ini uang rakyat, bukan untuk menyenangkan segelintir orang,” tegas Linda.

 

Dia juga mempertanyakan kriteria pemilihan wartawan yang diajak dalam kegiatan tersebut. “Apakah wartawan yang rajin mempublikasikan berita pencitraan, atau hanya yang dekat dengan pejabatnya? Ini tidak adil dan menciptakan kecemburuan di antara kami,” lanjutnya.

 

Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas

 

Kritik juga diarahkan pada pemerintah Kabupaten Tangerang yang dinilai tidak mampu memberikan transparansi terkait penggunaan anggaran. Aktivis menuntut agar pejabat yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan keputusan penggunaan dana untuk kegiatan yang dianggap tidak mendesak.

 

“Ketika masyarakat masih antre bantuan, pemerintah malah menghamburkan uang untuk plesiran. Pejabat terkait harus bertanggung jawab atas dasar keputusan ini,” tutup Linda dengan nada kecewa.

 

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dalam penggunaan anggaran pemerintah, terlebih dalam situasi ekonomi masyarakat yang masih dalam tahap pemulihan. Pemerintah daerah diharapkan lebih bijak dan responsif dalam mengalokasikan dana APBD demi kepentingan rakyat banyak.

 

(Tim/Red/**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *