Opini  

Diduga Sarat Kepentingan, SPMB SMAN 1 Soko Tuai Kontroversi: Anak Ketua LSM BMW Tak Lolos Meski Lebih Dekat

Diduga Sarat Kepentingan, SPMB SMAN 1 Soko Tuai Kontroversi: Anak Ketua LSM BMW Tak Lolos Meski Lebih Dekat

Tuban – Proses Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2025/2026 di SMA Negeri 1 Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, diduga diwarnai konflik kepentingan dan dendam pribadi. Dugaan itu mencuat setelah Isa Al Hussein, putra ketiga Ketua Umum LSM Botan Matenggo Woengoe (BMW), Matenan Arifin, tidak diterima melalui jalur zonasi, meski secara jarak rumahnya hanya sekitar 2,1 kilometer dari sekolah.

Ironisnya, dalam seleksi yang sama, siswa lain bernama Ahmad Habibur Ridho yang domisilinya berada sejauh 8,422 kilometer justru diterima. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait objektivitas dan transparansi dalam sistem zonasi yang seharusnya menjadikan jarak tempat tinggal sebagai acuan utama.

Matenan Arifin menyayangkan keputusan pihak sekolah dan menduga kuat adanya faktor non-teknis yang memengaruhi hasil seleksi. Ia menilai keputusan tersebut sarat kepentingan dan bahkan dipengaruhi dendam pribadi dari Kepala Sekolah SMAN 1 Soko, Sumarmi.

“Saya tidak mempermasalahkan jika memang anak saya kalah secara objektif. Tapi ini menyangkut keadilan. Masa yang jaraknya 8 kilometer bisa diterima, sedangkan anak saya yang tinggalnya 2 kilometer tidak lolos? Saya khawatir ini bukan lagi soal sistem, tapi soal pribadi,” ujar Arifin saat dikonfirmasi, Rabu (3/7/2025).

Lebih lanjut, Arifin mengungkap bahwa LSM yang dipimpinnya pernah melayangkan kritik terhadap sejumlah kebijakan internal sekolah di masa lalu. Ia menduga kritik tersebut menjadi pemicu konflik personal yang kini berdampak pada seleksi anaknya.

Upaya Arifin untuk bertemu langsung dengan Kepala Sekolah juga belum membuahkan hasil. Melalui Wakil Ketua Komite Sekolah, Sutikno—yang juga seorang anggota TNI aktif di Koramil Soko—Arifin sempat dijanjikan pertemuan, namun dibatasi waktu yang sangat sempit. Akhirnya, Arifin menolak pertemuan tersebut karena berbenturan dengan jadwal klarifikasi di tempat lain.

Sampai berita ini diturunkan, Kepala Sekolah SMAN 1 Soko, Sumarmi, belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut.

Masyarakat sekitar pun mulai ikut mempertanyakan transparansi pelaksanaan jalur zonasi di sekolah tersebut. Banyak yang menilai bahwa sistem yang seharusnya menjunjung prinsip keadilan dan objektivitas kini mulai kehilangan esensinya.

Kasus ini menjadi sorotan dan menambah daftar panjang kontroversi pelaksanaan jalur zonasi dalam dunia pendidikan nasional. Diharapkan, pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur segera turun tangan dan melakukan evaluasi mendalam terhadap proses seleksi yang dinilai tidak transparan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *