Keputusan Istana untuk buka suara terkait rumor pergantian Kapolri adalah langkah politik yang tepat sekaligus elegan. Di tengah riuhnya spekulasi yang sengaja digoreng untuk menciptakan delegitimasi, klarifikasi resmi tersebut menegaskan bahwa kepemimpinan Polri tidak bisa dijadikan alat transaksi politik maupun komoditas gosip publik.
Dengan sikap ini, Istana menunjukkan bahwa negara tidak tunduk pada tekanan opini, melainkan berdiri di atas konstitusi dan rasionalitas pemerintahan. Jika dibiarkan, isu liar ini tidak hanya akan merugikan Kapolri secara pribadi, tetapi juga berpotensi merusak soliditas institusi Polri dan menciptakan kontak politik yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk kepentingan jangka panjang.
Klarifikasi Istana sekaligus membungkam manuver politik yang mencoba menjadikan rumor sebagai instrumen delegitimasi. Masyarakat kini tahu bahwa pemerintah bekerja dengan kepastian, bukan dengan wacana. Ini adalah pesan keras bagi mereka yang mencoba merusak stabilitas melalui isu-isu seperti itu.
Langkah ini juga patut diapresiasi karena meneguhkan prinsip akuntabilitas. Pemerintah tidak hanya bekerja, tetapi juga berani memberikan penjelasan. Dalam iklim politik yang rawan manipulasi, kecepatan dan ketegasan komunikasi politik adalah bagian dari strategi menjaga kewibawaan kekuasaan. Istana telah mengambil posisi yang benar: menjawab isu dengan fakta, bukan diam-diam membiarkan isu liar berkembang.
Dengan demikian, sikap Istana ini bukan sekadar klarifikasi biasa, melainkan sebuah pernyataan politik: bahwa kepemimpinan Polri tetap berada dalam kendali Presiden, bukan dalam kendali opini publik yang dibentuk oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Inilah bentuk kewibawaan negara yang sejati.
*Jakarta, 13 September 2025*
*R. Haidar Alwi*
*Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI)*