Mojokerto, 10 Desember 2024 – Penangkapan tiga warga, Febri, Rudianto, dan Benny, oleh Polsek Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto, menuai kontroversi dan perhatian publik. Ketiganya dituduh terlibat dalam kasus narkoba, namun proses penangkapan yang dilakukan oleh aparat setempat menimbulkan banyak kejanggalan. Tidak ada barang bukti, surat penangkapan, maupun surat penahanan yang diberikan kepada keluarga, yang semakin menambah kebingungan di pihak keluarga tersangka.
Anehnya, meskipun kasus tersebut seharusnya dilimpahkan ke Polres Mojokerto karena Polsek Mojoanyar tidak memiliki wewenang untuk menangani kasus narkoba, tidak ada tindakan lebih lanjut yang dilakukan sesuai prosedur. Ketiga tersangka malah ditahan lebih dari tiga kali 24 jam tanpa adanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yang jelas melanggar aturan hukum yang berlaku.
Kekhawatiran semakin meningkat ketika keluarga menerima pesan melalui WhatsApp dari seorang oknum pengacara bernama Wahyu Suhartatik. Dalam pesan tersebut, Wahyu menawarkan bantuan untuk memulangkan para tersangka, namun dengan syarat yang sangat mencurigakan: keluarga diminta uang sebesar Rp30 juta per orang jika tidak ingin para tersangka dipindahkan ke Surabaya.
Lebih mengejutkan lagi, kartu nama Wahyu Suhartatik diduga diterima oleh keluarga tersangka dari seorang oknum petugas kepolisian bernama Listyono. Hal ini memunculkan dugaan adanya kolaborasi antara oknum pengacara dan polisi untuk melakukan pemerasan terhadap keluarga tersangka, yang semakin memperburuk situasi mereka.
Menanggapi dugaan pemerasan dan pelanggaran prosedur hukum tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) LIRA Jawa Timur segera turun tangan. Dipimpin oleh Direktur LBH LIRA Jawa Timur, Advokat Alexander Kurniadi, S.Psi., S.H., M.H., bersama Ketua Divisi Advokasi, Advokat Warti Ningsih, S.H., M.H., LBH LIRA Jatim berkomitmen untuk mendampingi keluarga tersangka dan memastikan penegakan hukum yang adil.
Gubernur LIRA Jatim, Samsudin, juga memberikan dukungan penuh terhadap langkah LBH LIRA Jatim. Ia menegaskan bahwa praktik intimidasi, pemerasan, dan penyalahgunaan wewenang seperti ini tidak boleh dibiarkan. Menurut Samsudin, aparat kepolisian harus menjalankan tugas mereka sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak boleh menyalahgunakan kewenangan demi kepentingan pribadi atau golongan.
LBH LIRA Jatim berencana untuk melaporkan dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum tersebut ke pihak berwenang. Selain itu, mereka juga akan mengajak keluarga tersangka untuk melibatkan media agar kasus ini menjadi sorotan publik, dengan harapan agar penyelesaian hukum berjalan secara transparan dan adil.
Kasus ini menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tanpa adanya campur tangan yang tidak sah, serta menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa hukum harus ditegakkan tanpa intimidasi atau pemerasan. LBH LIRA Jawa Timur menunjukkan bahwa masyarakat masih berharap pada keadilan dan integritas dalam sistem hukum di Indonesia. Semua pihak diharapkan berperan aktif untuk memastikan bahwa setiap proses hukum dilaksanakan dengan benar, demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
(Sodik A/Red/**)