Sikap istana dalam menanggapi dinamika wacana reformasi Polri menampilkan pola komunikasi politik yang terukur, presisi, dan penuh perhitungan.
Dalam situasi di mana isu reformasi Polri sering dijadikan agenda politik, istana secara konsisten menutup celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperlebar jurang delegitimasi terhadap institusi negara maupun pemimpinnya.
Ketika wacana reformasi itu coba diarahkan menjadi tuntutan pergantian Kapolri, pihak istana segera mengklarifikasi dengan tegas bahwa agenda reformasi Polri bukanlah instrumen untuk mengganti Kapolri.
Langkah ini bukan sekadar klarifikasi, tetapi strategi untuk menjaga agar wacana reformasi tetap berada pada jalurnya, yakni perbaikan institusional, bukan penggulingan personal.
Tanpa intervensi cepat ini, narasi reformasi bisa berubah menjadi arus opini destruktif yang lebih fokus pada politis daripada penataan sistem.
Demikian pula ketika Kapolri membentuk tim transformasi internal yang sejatinya dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan memperkuat tata kelola institusi dari dalam, langkah itu segera dibelokkan oleh sebagian pihak menjadi tuduhan adanya upaya menandingi atau bahkan melawan tim reformasi bentukan Presiden.
Lagi-lagi istana mengambil posisi sebagai penentu arah wacana dengan mengapresiasi inisiatif Kapolri membentuk tim transformasi reformasi.
Klarifikasi ini penting bukan hanya untuk meredam potensi konflik persepsi terhadap dua tim yang berbeda mandat, melainkan juga untuk menunjukkan bahwa reformasi Polri adalah agenda kolektif negara, bukan arena kompetisi antar lembaga.
Dengan demikian, komunikasi politik istana menutup kemungkinan berkembangnya narasi adu domba yang dapat mengganggu keharmonisan antara presiden, Polri, dan masyarakat.
Strategi komunikasi istana ini dapat dibaca sebagai upaya menjaga kemurnian reformasi Polri dan menjaga stabilitas nasional.
Pertama, dengan mengunci wacana reformasi agar tetap fokus pada pembenahan institusional, istana menghindarkan Polri dari tekanan politik yang hanya akan menimbulkan masalah.
Kedua, dengan mengapresiasi langkah Kapolri, istana menampilkan kesatuan visi dan kepemimpinan yang solid, sebuah pesan yang penting untuk mencegah fragmentasi dalam tubuh negara maupun persepsi publik.
Ketiga, dengan menutup celah-celah narasi delegitimasi, istana sesungguhnya sedang melindungi reformasi dari infiltrasi kepentingan politik sesaat yang dapat mengorbankan tujuan jangka panjang.
Manfaat dari strategi komunikasi istana ini bukan sekedar menjaga wacana tetap lurus, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat bahwa reformasi Polri adalah agenda serius negara, bukan permainan politik.
Komunikasi yang cepat, tegas, dan presisi ini menjadi tameng agar reformasi tidak dibajak narasi delegitimasi, sekaligus memastikan stabilitas nasional tetap kokoh di tengah derasnya opini yang mencoba menggiring reformasi Polri keluar dari tujuannya.
*Jakarta, 23 September 2025*
*R. Haidar Alwi*
*Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI)*