Daerah  

Papua Barat Daya Miliki Draft Rencana Kontinjensi Konflik Sosial Pertama

Papua Barat Daya Miliki Draft Rencana Kontinjensi Konflik Sosial Pertama

Kota Sorong, 18 Juli 2025 —

Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya resmi menutup rangkaian kegiatan penyusunan dokumen Rencana Kontinjensi Ancaman Bencana Konflik Sosial, pada Jumat (18/7), di Hotel Waigo, Kota Sorong. Kegiatan yang berlangsung sejak 14 Juli ini menjadi tonggak penting dalam upaya penguatan sistem kesiapsiagaan daerah menghadapi potensi krisis sosial yang berdampak pada kemanusiaan dan stabilitas regional.

 

Dalam acara penutupan, hadir Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Daya, Drs. Yakop Karet, serta berbagai perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), organisasi kemanusiaan, dan fasilitator dari ADRA Indonesia, sebagai mitra utama dalam penyusunan dokumen strategis ini.

 

5 Hari Merumuskan Langkah Strategis Hadapi Konflik Sosial

Kegiatan selama lima hari ini menghasilkan draft awal rencana kontinjensi, yang disusun sebagai pedoman operasional bagi seluruh stakeholder dalam menghadapi, merespons, dan memulihkan kondisi pasca konflik sosial di wilayah Papua Barat Daya. Dokumen ini disusun melalui kolaborasi antara ADRA Indonesia dan DKP2B Papua Barat Daya, dengan dukungan penuh dari OPD terkait, dan akan melalui proses review, uji publik, dan finalisasi hingga September 2025.

 

Dalam sambutannya, Drs. Yakop Karet menekankan bahwa penyusunan dokumen ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi mencerminkan komitmen kolektif pemerintah dan masyarakat dalam melindungi warganya dari dampak krisis sosial yang bisa meledak sewaktu-waktu.

 

“Konflik sosial, baik yang laten maupun terbuka, jika tidak ditangani secara strategis dapat berubah menjadi bencana kemanusiaan. Kita tidak boleh anggap biasa. Dokumen ini adalah pedoman awal sekaligus wujud komitmen kita untuk merespons secara cepat, tepat, dan manusiawi,” tegas Yakop Karet.

 

Dokumen Ini Harus Jadi Panduan Hidup

Carlos Purba dari ADRA Indonesia mengungkapkan bahwa dokumen ini bukan sekadar produk satu kali, melainkan harus menjadi “dokumen hidup” yang terus dimutakhirkan mengikuti dinamika kondisi sosial dan sumber daya di lapangan. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor, agar respons kemanusiaan menjadi tangguh, inklusif, dan terarah.

 

“Konflik tidak selalu bisa dicegah, tapi kita bisa siap menghadapinya. Rencana kontinjensi ini menjadi alat bersama, panduan bersama. Bencana adalah urusan semua pihak,” ujar Purba.

 

Ia juga mengingatkan bahwa solidaritas kemanusiaan harus terus dijaga karena tren bantuan internasional semakin menurun. Oleh sebab itu, penguatan kapasitas lokal adalah kunci keberhasilan respons kemanusiaan ke depan.

 

Dari Draft ke Aksi Nyata

Meskipun baru tahap awal, draft dokumen ini sudah memuat skenario kompleks, termasuk pengalaman konflik sosial di Maybrat dan wilayah lainnya, yang menyebabkan gelombang pengungsian dan tekanan sosial-ekonomi pada masyarakat lokal.

 

Setelah dokumen difinalisasi, langkah selanjutnya adalah sosialisasi luas, integrasi ke dalam sistem penanggulangan bencana daerah, serta penyusunan simulasi atau tabletop exercise untuk menguji kesiapan operasional.

 

Menuju Ketahanan Sosial yang Nyata

Provinsi Papua Barat Daya memiliki kerentanan tinggi terhadap konflik berbasis sosial, ekonomi, maupun politik. Oleh karena itu, penyusunan dokumen ini bukan hanya strategi teknis, tetapi juga langkah awal dalam membangun ketahanan sosial yang berkelanjutan.

 

Melalui kegiatan ini, pemerintah daerah, lembaga kemanusiaan, dan masyarakat sipil telah menunjukkan keseriusan dan sinergi dalam merespons potensi krisis. Ini menjadi refleksi bahwa Papua Barat Daya tidak lagi menunggu bencana, tetapi siap merespons dengan terukur dan berkeadilan.

 

“Kita tidak berharap ada bencana ke depan. Tapi kalau pun terjadi, kita harus siap. Inilah esensi dari rencana kontinjensi ini,” tutup Yakop Karet.

 

(LK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *