LINGGA, KEPRI – Ketua Ormas Gagak Hitam Kabupaten Lingga kecam keras kebijakan pemkab lingga melalui OPD terkait nya diberlakukan penerapan pajak 10% kepada masyarakat yang merupakan pelaku usaha kecil menengah. Hal tersebut diungkapnya saat bincang-bincang bersama beberapa awak media di salah warung kopi Dabo, Kecamatan Singkep, Minggu siang (31/08/2025).
“Kita sangat memahami bahwa saat ini keuangan Pemkab Lingga mengalami kondisi keuangan yang sangat-sangat memperihatinkan, namun meski demikian, harapan kita hendaknya pemkab lingga jangan menekan masyarakat pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi target dan atau korban utama sebagai sumber pendapatan anggaran daerah, khususnya kabupaten lingga”, ungkap Ribut Setiawan yang notabene nya sebagai ketua ormas Gagak Hitam wilayah kabupaten lingga.
Ribut Setiawan menambahkan, “Penerapan tegas pajak 10% yang dilakukan pemkab lingga melalui OPD terkait nya saat ini, sangat-sangat bertentangan dengan sudut pandang kita sebagai wadah penampung dan penyalur aspirasi masyarakat yang melakukan aktivitas control sosial dan boleh dikatakan tidak absen berbaur bersama masyarakat, sehingga kita sangat memahami keadaan perekonomian masyarakat kita saat ini akibat minimnya lapangan pekerjaan”, ujarnya.
Tidak hanya itu, Ribut Setiawan juga mengatakan “Kebijakan pemkab lingga saat ini melalui OPD terkaitnya dalam hal menerapkan pajak 10% kepada pelaku UKM kesannya menimbulkan beragam asumsi miris pandangan kita, apalagi yang digaungkan adalah mengenai ‘pajak’ sebagai sumber anggaran pendapatan daerah yang mana mekanisme diberlakukan tidak seperti pendapatan pajak jenis lainnya, yang dibayar bagi masyarakat sebagai wajib pajak persatu tahun pembayaran, tidak seperti sekarang ini pelaku UKM dipungut per setiap tanggal awal bulan kerja?, sehingga pertanyaan terbesar kita sekarang ini adalah pajak 10% yang diberlakukan kepada setiap pelaku UKM bernilai sangat fantastis untuk pertahun pekerjaan.
Ini yang menjadi persoalan serius, sehingga selain menjalankan, katakanlah sudah menjadi peraturan dan atau sejenisnya, dan wajib dipatuhi oleh setiap warga masyarakat pelaku UKM, kita berharap pemkab lingga transparan melakukan keterbukaan publik mengenai hasil pendapatan yang diperoleh dari pajak 10% pelaku UKM tersebut. Dan sebagai contoh jika salah satu pelaku UKM dipungut pajak 10% /awal bulan kerja 150.000 jika dikalikan 12 bulan kerja maka pelaku UKM tersebut wajib mengeluarkan pendapatnya sebesar Rp.1.800.000. Dan ini juga diberlakukan secara bervariasi alias tidak sama sesama pelaku UKM yang ada di kabupaten lingga khususnya wilayah Dabo Singkep.
Jika berbicara tentang pajak itu dibayarkan persatu tahun kerja seperti : pajak bumi dan bangunan dan lainnya, dan pajak 10% yang diterapkan oleh pemkab lingga saat ini menurut sudut pandang kita kesannya sangat-sangat memaksa kehendak dan menekan kewajiban beban berat dengan kata lain dijadikan sapi perah masyarakat pelaku UKM.
Di penghujung bincang-bincang, Ribut Setiawan mengungkapkan “Hingga statemen saya ini di publikasikan, OPD terkait yang memegang wewenang penuh di pemkab lingga mengenai pajak 10% ini, terkesan menutup diri dengan kata lain, tidak bisa di temui untuk melakukan audiensi dalam hal menjabarkan secara gamblang terkait apakah ini program, ketentuan dan atau memang suatu peraturan yang dibuat tanpa harus melakukan analisis yang dalam, apakah ini berlaku diterapkan kepada setiap pelaku UKM atau kepada pihak masyarakat sebagai konsumen para pelaku UKM”, tandasnya.
(Mhd)