MBG di Desa Wangun Diduga Asal-Asalan: Anak Sekolah Enggan Makan, Warga Desak Pemerintah Bongkar Dugaan Ketidakteraturan

MBG di Desa Wangun Diduga Asal-Asalan: Anak Sekolah Enggan Makan, Warga Desak Pemerintah Bongkar Dugaan Ketidakteraturan

TUBAN – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Desa Wangun, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, kembali menuai kritik tajam dari masyarakat. Keluhan ini disuarakan langsung oleh warga bernama Rindhowati Tri Wulaningsih melalui unggahannya di akun Media Informasi Orang Tuban (MIOT), yang kini ramai diperbincangkan publik.

Dalam tulisannya, Rindhowati menegaskan:

“Minta tolong untuk pemerintah, tolong dievaluasi kembali MBG yang beroperasi di desa Wangun. Semakin hari menu yang diberikan semakin ngawur, sampai murid-murid banyak yang tidak mau makan. Tolong dievaluasi lagi, dari segi dana dan karyawannya.”

Keluhan itu menjadi sorotan karena menggambarkan adanya indikasi penurunan kualitas makanan dan lemahnya pengawasan pemerintah daerah.

Sejumlah warga lain pun membenarkan kondisi tersebut. “Anak saya sering tidak mau makan karena menunya tidak enak dan itu-itu saja. Kadang porsinya kecil, kadang lauknya tidak jelas,” kata salah satu wali murid saat ditemui di sekitar sekolah.

Program MBG sejatinya bertujuan mulia: memastikan anak-anak sekolah mendapat asupan gizi yang cukup. Namun di lapangan, banyak yang menilai pelaksanaannya jauh dari harapan. Kualitas makanan disebut menurun, menu tidak seimbang, dan aroma dugaan penyimpangan mulai tercium.

Pemerintah daerah kini didesak untuk turun langsung mengevaluasi penyedia dan alur dana MBG di Desa Wangun. Sejumlah aktivis lokal bahkan mendesak dilakukan audit terbuka untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan anggaran publik.

“Program makan bergizi itu memakai uang rakyat. Kalau hasilnya justru membuat anak-anak enggan makan, maka ada yang sangat salah di sistemnya,” tegas seorang pemerhati kebijakan publik di Tuban.

Sorotan warga ini menjadi peringatan keras bagi Pemkab Tuban. Di tengah situasi ekonomi yang sulit, masyarakat menuntut transparansi dan tanggung jawab nyata. Program sosial tidak boleh dijadikan proyek asal jalan tanpa memperhatikan manfaat dan mutu.

Publik menunggu langkah cepat pemerintah: apakah benar-benar peduli pada kualitas gizi anak-anak, atau sekadar membiarkan program ini berjalan di atas kertas?

Karena pada akhirnya, hak anak untuk makan layak tidak boleh dikorbankan oleh kelalaian, ketidaktegasan, atau permainan anggaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *