**Jakarta, Kamis, 13 Juni 2024** – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose yang menyetujui 21 dari 22 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai aspek dalam setiap kasus, yang meliputi proses perdamaian antara tersangka dan korban serta pertimbangan sosiologis.
Penghentian penuntutan diberikan kepada tersangka-tersangka dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Rinaldi Timba dari Kejaksaan Negeri Donggala yang disangka melakukan pencurian, serta Ruslan alias Papa Riri dari Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Tinombo yang terlibat dalam kasus perlindungan anak.
Alasan-alasan pemberian penghentian penuntutan ini antara lain karena telah terjadi proses perdamaian yang dilakukan secara sukarela, dengan tersangka meminta maaf dan korban memberikan maaf, serta jaminan dari tersangka untuk tidak mengulangi perbuatan pidana. Ancaman hukuman yang relatif ringan, tidak lebih dari 5 tahun penjara atau denda, juga menjadi pertimbangan utama.
Namun demikian, satu kasus atas nama Sri Windiarti dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat tidak mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif karena perbuatan yang dilakukan dinilai bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung.
JAM-Pidum telah memerintahkan kepada para kepala Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri terkait untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai peraturan yang berlaku, guna memberikan kepastian hukum bagi semua pihak terkait.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Dr. Andri W.S, S.H., S.Sos., M.H. sebagai Kasubid Kehumasan.
**Penanggung Jawab:**
Dr. HARLI SIREGAR, S.H., M.Hum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum
(**)